False Alarm dan Produk Ibukota
Seringkali kita menghindar bila bertemu orang gila, di tengah jalan atau bahkan saat mereka melipir di pinggir dan berdiam di sudut. Ada semacam alarm di otak kita yang mengatakan, "Hati-hati! Yang satu ini berbeda dan patut diwaspadai. Mereka gila!" suatu false alarm yang hanya bikin repot.
Pernah dengar orang gila membunuh? Mabok lalu menabrak belasan orang karena black out? Giting lalu tertidur saat mengemudikan bus? Memperkosa ramai-ramai di angkot?
Kalaupun ada orang gila yang membunuh, hitungannya sedikit sekali. Nyaris ti-dak ada.
Pada saat si gila berjenis kelamin laki-laki, dalam keadaan bugil dia tidak akan turn on dan ngaceng melihat bubaran SPG saat makan siang atau sepulang kantor. Dalam dunia mereka, tidak ada pemaknaan lebih di rok ketat yang membungkus pantat seadanya itu.
Mereka gila, tapi tidak opportunis dan serakah. Mereka bisa jadi berlarian, bicara dengan siapa saja yang mereka anggap ada di sebelah mereka (padahal hanya ada angin), atau hanya sekedar kasak kusuk. They live in their own bubbles. Tapi paling tidak mereka jujur dalam kegilaan mereka. Gejala gila pun mereka tunjukkan, lalu hidup konsisten dengan cara-cara seperti itu.
Kesakitan mereka hanya berlaku bagi diri mereka sendiri. Mereka ngegembel, berlaku menyimpang, tidak berpura-pura dan tidak hidup dalam kepalsuan. Orang gila tidak berbahaya.
Beda dengan manusia ibu kota, dengan penyakit dan kegilaan terselubung di tiap pribadi. Dengan cikal bakal opportunis dan keserakahan, tiap kekecewaaan berbuah dendam dan luka batin. Tiap tujuan menelurkan hidden agenda. Kita bahkan jadi serigala berbulu domba yang memasang telinga di mana-mana, untuk urusan yang bukan urusan kita.
Polisi moral sudah basi, mereka yang tidak pernah berbuat dosa, silahkan melempar batu pertama!
Kita semua, hanya orang gila yang berpura-pura normal dan jauh lebih berbahaya. Kita itu yang butuh alarm saat berkaca tiap pagi.
Sudah siap betul-betul jatuh gila atau mengakui kita gila?
BV, 22 Februari 2012
No comments:
Post a Comment